Senin, 26 Oktober 2009

Penguasaan Materi Guru Kurang

Penguasaan Materi Guru Kurang
Ilustrasi: Sugimun, Guru Matematika SMPN I Lumbis, Kabupaten Nunukan, punya cara jitu agar siswanya tertarik dan mudah mengerti pelajaran matematikanya. Salah satunya, Sugimun mengajak siswa bermain gaple atau lebih akrab disebut domino.
Senin, 26 Oktober 2009 | 20:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketidaklayakan menjadi guru profesional pada banyak pendidik saat ini bukan hanya karena kualifikasi pendidikan yang umumnya belum sarjana. Kondisi guru saat ini masih banyak yang kurang menguasai materi bidang yang diajarnya serta kemampuan mengajar yang lemah.

Berdasarkan pengujian yang pernah dilakukan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2004 guna mengetahui tingkat kelayakan dan kompetensi guru, penguasaan materi guru di tingkat pendidikan dasar dan menengah maupun untuk bidang studi sangat rendah. Kemampuan guru untuk menjawab soal-soal penguasaan materi secara umum maupun sesuai bidang studi rata-rata di bawah 50 persen.

Hasil tes umum untuk guru TK/SD rata-rata 34,26, sedangkan tes serupa untuk guru lainnya rata-rata 40,15. Nilai untuk penguasaan materi Matematika dan Sains sangat rendah rata-rata berkisar 13,24 hingga 22,33.

Ketua Umum Klub Guru Indonesia, Satria Dharma di Jakarta, Senin (26/10), mengatakan persoalan yang dihadapi guru cukup kompleks. Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang memproduksi guru belum memiliki kualitas yang memuaskan untuk menghasilkan guru yang dibutuhkan masyarakat. "Kondisi itu diperparah dengan tidak adanya pelatihan dan pendidikan untuk meng-update pengetahuan para guru secara keilmuan maupun metode pembelajaran dari sekolah dan pemerintah. Apalagi di lapangan, banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya," kata Satria.

Menurut Satria, para guru banyak yang terjebak pada metode pembelajaran konvensional. Padahal, kemajuan teknologi seperti internet bisa jadi sumber belajar yang menolong guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. "Kita mesti dorong guru-guru untuk bisa memacu dirinya untuk maju. Jika selalu mengharapkan pemerintah memang sulit. Sebab, pemerintah sendiri sering bersikap top-down dalam pendidikan guru, yang akhirnya tidak sesuai dengan kebutuhan guru yang sebenarnya," ujar Satria.

Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, mengatakan ketidaksesuaian keilmuan guru dengan bidang yang mesti diajarnya menyebabkan banyak kompetensi profesional guru dipertanyakan. Kenyataan itu banyak terjadi pada guru di berbagai sekolah dan daerah.

"Untuk guru-guru yang mismatch itu, bisa saja difokuskan lagi penguasaan materi untuk bidang yang diajarnya. Bisa saja LPTK membantu dengan membuat program paket yang dibutuhkan guru itu, sesuai kondisinya saat ini," kata Rochmat.


ELN

Editor: made

Tidak ada komentar: